Sabtu, 15 Agustus 2009

Berdakwahlah agar selamat dunia akhirat

Berdakwahlah Agar Selamat Dunia-Akhirat
Fiqih Dakwah
18/6/2008 | 13 Jumadil Akhir 1429 H | Hits: 3,216
Oleh: Tim dakwatuna.com
________________________________________

dakwatuna.com - Seorang dai pasti tahu bahwa Allah swt. telah menciptakan manusia untuk tunduk hanya kepada-Nya. وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Al-Dzariyat: 56 ).
Ibadah hanya benar dilakukan bila didasari pengetahuan yang jelas. Pengetahuan yang jelas tidak akan terwujud kecuali mengacu kepad manhaj (pedoman) yang telah digariskan oleh Allah swt. yang telah mengutus para rasul dan nabi-Nya. Mereka, para rasul dan nabi adalah penyeru (du’at) yang menunjukan kepada kebenaran. Demikianlah kesibukan mereka dalam rangka merealisasikan kehendak Allah yang telah manjadikan Adam a.s. sebagai khalifah di muka bumi, memutuskan perkara dengan ketetapan Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al-Baqarah: 30). Maka dari itu, tujuan Allah menciptakan manusia agar dirinya sibuk dengan perintah-Nya.
Imam Ar-Razy berkata, “Ibadah yang bagaimanakah yang menjadi sebab diciptakannya jin dan manusia?” Kami tegaskan, “Ibadah yang dimaksud adalah mengagungkan perintah Allah dan menyayangi ciptaannya.” (Tafsir Ar-Razy, 28/453). Kemudian Ar-Razy berkata, “Mengagungkan Allah menuntut konsekuensi keharusan mengikuti syariat-Nya dan mentaati sabda rasul-Nya, Allah telah memberikan kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya dengan mengutus para rasul dan menjelaskan berbagai jalan dalam merealisasikan kedua bentuk ibadah tersebut di atas. Pembagian ini terkait dengan tugas ibadah adalah pembagian yang mutlak dan menyeluruh.
Dakwah kepada Allah swt. adalah fenomena keagungan Allah swt. yang paling tinggi. Dan seorang dai yang menyerukan kepada fikrah atau sasaran tertentu dengan mengarahkan segala kesungguhan di jalannya, sesungguhnya hal itu dilakukan agar ia dapat memenuhi pencapaian sasaran dan fikrahnya. Barangsiapa yang menyerukan kepada fikrah, maka ia akan dievaluasi atas fikrahnya, sebagaimana fikrahnya juga akan dievaluasi berkenaan dengan dirinya.
Dalam berdakwah kepada Allah terdapat bukti kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, karena seorang dai ingin mengeluarkan manusia dari jurang kehancuran dan perpecahan di bawah kungkungan penguasa lokal menuju keluasan Islam dan cakrawalanya yang menyejukan, serta aturannya yang mengarahkan kepada kebahagiaan manusia. Juga mengeluarkan mereka dari lobang api neraka menuju taman surga.
Itulah dua sasaran ibadah, juga sekaligus menjadi sasaran dakwah, keselamatan ada pada capaian kedua sasaran tersebut. Para nabi Allah dan rasul-Nya telah berkomitmen dengan perintah Allah dalam berdakwah kepada-Nya dan memelihara tujuan penciptaan-Nya. Setiap rasul yang mulia selalu berobsesi dalam menyerukan manusia kepada keselamatan. Al-Qur’an telah menceritakan tentang pertarungan para nabi dengan kaumnya, selalu dipastikan bahwa pertarungan itu berakhir dengan kemenangan para du’at dan binasanya kaum penzalim penentang dakwah.
Pada kisah Nabi Nuh a.s. bersama kaumnya berakhir dengan:
فَكَذَّبُوهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَجَعَلْنَاهُمْ خَلَائِفَ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُنْذَرِينَ
“Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (Yunus: 73)
Dalam kisah Hud a.s. bersama kaumnya juga berakhir dengan:
وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا هُودًا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَنَجَّيْنَاهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ(58)
“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami; dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.” (Hud: 58)
Sedangkan dalam kisah Nabi Saleh a.s. bersama kaumnya, hasilnya adalah:
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا صَالِحًا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَمِنْ خِزْيِ يَوْمِئِذٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Shaleh beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami dan (Kami selamatkan) dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Hud: 66)
Dalam kisah Nabi Luth a.s. dakwahnya berhasil dengan:
قَالُوا يَالُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ(81)فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ(82)
Para utusan (malaikat) berkata, “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang di antaramu yang tertinggal, kecuali isterimu.” Sesungguhnya mereka akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat? Maka tatkala telah datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. (Hud: 81-82).
Kisah dakwah Nabi Syuaib berakhir dengan:
وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا شُعَيْبًا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَأَخَذَتِ الَّذِينَ ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ
“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh suatu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.” (Hud: 94)
Dalam kisah Nabi Musa a.s. dan Fir’aun, berakhir dengan hasil sebagai beikut:
فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَأَغْرَقْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ(136)وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ(137)
“Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu. Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir`aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” (Al-A’raf: 136-137)
Demikian pula halnya dengan sebuah Desa Tepi Pantai:
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ(165)
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (Al-A’raf: 165).
Ayat-ayat tersebut di atas menguatkan bahwa keselamatan bagi dakwah kepada Allah, dan inilah janji Allah kepada orang-orang beriman:
ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا كَذَلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنْجِ الْمُؤْمِنِينَ(103)
“Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (Yunus: 103)
Kemenangan orang-orang mukmin adalah kemenangan para dai, terbukti karena janji dan keputusan (Allah). Inilah garis yang telah ditetapkan Allah (sunnatullah) di muka bumi. Inilah janji untuk para penolong-Nya. Apabila terkadang perjalanan terasa panjang bagi bagi para dai, maka harus dipahami seperti inilah jalannya. Hendaknya para dai tetap yakin kemenangan dan pergantian kekuasaan akan menjadi milik orang-orang beriman. Juga hendaknya para dai jangan tergesa-gesa terhadap janji Allah, hal itu pasti akan terjadi di tengah perjalanan. Allah tidak akan menipu para penolong-Nya, tidak akan lemah untuk menolong mereka dengan kekuatan-Nya, dan tidak akan menyerahkan mereka kepada musuh-musuh-Nya. Bahkan, Allah akan selalu mengajarkan mereka, menambah pengetahuan mereka, dan membekali mereka -dalam cobaan dan penderitaan- dengan bekalan perjalanan.
Tidak Ada Ruginya Berdakwah لا خسارة في الدعوة
Kegiatan dakwah tidak seperti yang dianggap oleh kebanyakan orang, penuh dengan rasa letih, penderitaan, kepenatan dan kesengsaraan. Sesungguhnya kegiatan dakwah –meskipun tidak terlepas dari kelelahan dan kepenatan– seperti makanan lezat dan memuliakan hati. Oleh karena itu para aktivis dakwah selalu tetap berada di jalannya dengan nilai-nilai yang tinggi dan berharga, melipur lara dan mendapatkan kematian adalah kehidupan yang sesungguhnya demi kepentingan dakwah. Mereka adalah orang yang paling bahagia bila dibanding dengan yang lainnya (yang tidak berdakwah). Adapun akhir dari perjuangan dakwah adalah kemenangan dan kekekalan; selain dari itu adalah kehancuran dan kebinasaan.
Dakwah Nabi Muhammad adalah Memberi Perlindungan Bagi Kemanusiaan
Bila diamati beberapa ayat yang menjelaskan tentang pertarungan para nabi dengan kaumnya, maka dapat disimpulkan bahwa orang-orang zalim seluruhnya dimusnahkan oleh azab Allah swt. sehingga tidak ada lagi tersisa dan tidak luput seorang pun dari mereka. Dengan datangnya Nabi Muhammad saw. tidak ada lagi pemusnahan massal, baik dengan topan, halilintar, ataupun badai. Hal ini merupakan penghormatan bagi umat ini yang tidak pernah sunyi dari orang yang berjuang untuk Allah dengan hujjah yang nyata dan kelompok yang terus eksis di atas perintah Allah (dakwah), sampai tiba keputusan-Nya, kelompok tersebut adalah para dai. Lantaran mereka Allah menetapkan keselamatan bagi umat ini dari kebinasaan secara massal. Akan tetapi ketika di bumi ini tidak ada lagi golongan mulia di sisi Allah (para dai), maka kiamat akan segera tiba, sebagaimana tertuang dalam beberapa hadits.
قال: لا تقوم الساعة إلا على أشرار الناس
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak terjadi kiamat kecuali bila seluruh manusia berbuat keburukan.” (Muslim)
وقال: لا تقوم الساعة على أحد يقول : الله الله. وفي رواية حتى لا يقال في الأرض : الله الله .( أخرجه مسلم 1/171 شرح النووي)
Dan Bersabda Rasulullah saw., “Tidak akan terjadi kiamat bila masih ada orang yang menyebut, ‘Allah, Allah’.” Dalam riwayat yang lain, “Sampai tidak ada yang berkata lagi di muka bumi ini, ‘Allah, Allah’.” (Muslim)
وقال : ” يُقبض الصالحون الاول فالأول ويبقى حثالة كحثالة التمر أو الشعير لا يعبأ الله بهم شيئاً
Rasulullah saw. berkata, “Diwafatkan orang-orang yang saleh dari generasi pertama hingga generasi berikutnya, seperti buah kurma dan biji gandum, yang tersisa kemudian hanya yang jelek-jeleknya saja, Allah tidak terbebani sedikitpun oleh keadaan mereka.” (Bukhari)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa terjadinya kiamat berkaitan dengan hilangnya dawah dan para dainya. Tentu saja ini bukan kaitan sebab akibat, tetapi maksudnya adalah Allah senantiasa menghargai kemanusiaan dengan dakwah dan para dainya. Selama dakwah dan para dainya terus berlanjut, maka tujuan penciptaan di muka bumi ini masih terus berlangsung. Namun, bila dakwah dan para dainya lenyap, maka manusia telah rugi karena alasan kebaikan keberadaannya di muka bumi ini pun menjadi hilang dan tidak berlaku lagi. Demikianlah, sesungguhnya manusia berada di antara dua titik, titik permulaan atau titik penghabisan.
Titik permulaan diisyaratkan dalam firman Allah: وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة “Dan ketika berkata Tuhanmu kepada malaikat sesungguhnya aku menjadikan di muka bumi ini seorang khalifah.” Sedangkan titik penghabisan diisyaratkan dalm hadits Rasulullah saw.,
إن الله يبعث ريحاً من اليمن ألين من الحرير ، فلا تدع أحداً فيه مثقال حبة من إيمان إلا قبضته. (أخرجه مسلم 1/132 شرح النووي).
“Sesungguhnya Allah akan mengirim aroma wewangian dari Yaman yang lebih lembut dari sutra, tidaklah engkau meninggalkan seseorang padanya keimanan seberat biji sawi, melainkan engkau telah menangkapnya (menyelamatkannya).” (Muslim)
Imam Muslim telah mengeluarkan hadits dari Abdurrahman bin Syamasah r.a., “Ketika aku bersama Maslamah bin Makhlad dan bersamanya Abdullah bin Amr bin Ash, berkata Abdullah,
فقال عبدالله : لا تقوم الساعة إلا على شرار الخلق، هم شر من أهل الجاهلية، لا يدْعون الله بشيء إلا رده الله عليهم
“Tidak akan terjadi kiamat kecuali kepada manusia durjana, bahkan mereka lebih durjana dari kaum jahiliyah, doa mereka ditolak oleh Allah.” (Muslim)
Tiba-tiba datanglah Uqbah bin Amir, maka berkata Maslamah, “Hai Uqbah, dengarlah apa yang diucapkan Abdullah.” Uqbah menjawab, “Dia lebih tahu, sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda,
فسمعت رسول الله يقول: لا تزال عصابة من أمتي يقاتلون على أمر الله، قاهرين عدوهم، لا يضرهم من خالفهم حتى تأتيهم الساعة وهم على ذلك، قال عبد الله: ثم يبعث الله ريحاً كريح المسك مسُّها مسُّ الحرير ، فلا تترك نفساً في قلبه مثقال حبة من إيمان إلا قبضته، ثم يبقى شرار الناس عليهم تقوم الساعة. ( أخرجه مسلم 3/1524 ، شرح النووي)
“Tidaklah sekelompok dari umatku berperang atas perintah Allah, mendesak musuh-musuh mereka, tidak membahayakan mereka orang-orang yang menentang mereka, sampai datangnya kiamat, sementara mereka tetap seperti itu.”
Abdullah berkata, “Kemudian Allah mengirim aroma seperti aroma kasturi, sentuhannya seperti sentuhan sutra, maka tidaklah engkau tinggalkan seseorang di dalam hatinya terdapat keimanan seberat biji sawi melainkan engkau menangkapnya, kemudian yang tersisa hanyalah manusia durjana, karena merekalah terjadi kiamat.” (Muslim)
Dapat disimpulkan dari riwayat tersebut ada satu petunjuk bahwa ada korelasi antara kelompok orang beriman dengan datangnya kiamat dan datangnya kiamat karena kedurjanaan manusia. Pengertian dari korelasi yang dimaksud adalah semakin dekatnya kiamat, sebagaimana pendapat Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits ini. Sedangkan hadits lain yang menyatakan:
الآخر لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق إلى يوم القيامة فليس مخالفاً لأن معنى هذا أنهم لا يزالون على الحق حق تقبضهم هذه الريح
“Tidaklah sekelompok umatku terus eksis di atas kebenaran hingga hari kiamat”, tidak bertentangan, karena makna hadits mereka senantiasa di atas kebenaran, yaitu kebenaran mereka memperoleh aroma kasturi.” (Muslim)
Manakala seorang dai telah mencanangkan dirinya untuk berjihad dan mendorong dirinya untuk berkorban di jalan Allah, dan memasuki satu celah untuk menghadapi musuh-musuh Islam, maka keahlian seperti itu akan menjadikan dirinya lebih mampu bermanuver, dan ia dengan izin Allah akan menang dan selamat, sementara musuhnya akan hina binasa. Keselamatan yang dimaksud bukanlah keselamatan individu dari penyakit dan penderitaan, tetapi yang dimaksud adalah keselamatan jamaah dan fikrah pada akhir perjuangan. Adapaun di akhirat nanti gambaran keselamatan adalah kenikmatan permanen dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, di dalamnya terdapat sesuatu di mana mata (ketika di dunia) tidak pernah melihatnya, telinga tidak pernah mendengarkannya dan tidak pernah terlintas dalam hati siapapun.