Minggu, 18 Oktober 2009

Hukum Shalat di Masjid Nabawi di mana terdapat Kuburan Nabi

penulis Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari
Syariah Problema Anda 18 - Juli - 2005 05:21:23

Setelah membaca pembahasan “Problema Anda” tentang larangan shalat di area pekuburan dan shalat menghadap kuburan banyak pembaca setia majalah Asy Syariah yg menanyakan hukum shalat di masjid Nabawi di Madinah mengingat kuburan Rasulullah n
berada di dlm masjid.

Alhamdulillah wabihi nasta’in. Permasalahan ini telah dikaji oleh beberapa ulama besar diantara Syaikhul Islam Asy-Syaikh Al-Albani dan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullahu.
Kata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t
:“Jika ada yg mengatakan: kita sedang diliputi problem terkait dgn kuburan Rasulullah n
yg ada sekarang krn berada di tengah masjid Nabawi bagaimana jawabannya? Kami katakan jawaban ditinjau dari beberapa sisi sebagai berikut:
1. Masjid tersebut tdk dibangun di atas kuburan bahkan dibangun pada masa hidup beliau n

2. Nabi n
tak dikuburkan di dlm masjid sehingga dikatakan bahwa ini adl penguburan orang2 shalih di dlm masjid bahkan beliau dikuburkan di dlm rumahnya.1
3. Perbuatan memasukkan rumah-rumah Rasulullah n
termasuk rumah ‘Aisyah x
ke dlm masjid bukan dgn kesepakatan para shahabat g
bahkan hal itu terjadi setelah meninggal kebanyakan shahabat dan tdk tersisa dari mereka kecuali sedikit yaitu sekitar tahun 94 H. Dengan demikian berarti hal itu bukan termasuk di antara perkara-perkara yg dibolehkan oleh para shahabat atau yg disepakati oleh mereka. Bahkan sebagian mereka mengingkari dan juga diingkari oleh Sa’id bin Al-Musayyib2 dari kalangan tabi’in.
4. Kuburan tersebut tdk dikategorikan berada dlm masjid meskipun setelah perluasan dan dimasukkan di dlm krn kuburan tersebut berada di dlm kamar tersendiri terpisah dari masjid jadi masjid Nabawi tdk dibangun di atasnya. Oleh krn itu dibuatkan 3 dinding yg mengelilingi kuburan tersebut dan dinding dijadikan menyimpang dari arah kiblat yaitu dgn bentuk segitiga sudut ditempatkan pada sudut utara masjid dimana seseorang yg shalat tdk akan menghadap ke kuburan tersebut krn posisi dinding yg menyimpang .

Dengan demikian jelas bagi kita bahwa masjid Nabawi tdk termasuk dlm kategori masjid yg dibangun di atas kuburan yg dilarang shalat di dalamnya. Begitu pula orang yg shalat di dlm tdk akan jatuh dlm kategori shalat menghadap ke kuburan yg dilarang krn bentuk dinding yg mengelilingi sebagaimana dijelaskan di atas.
Kalaupun seandai masih tersisa kejanggalan mengingat bahwa bagaimanapun juga kuburan tersebut telah menjadi bagian dari masjid mk jawaban sebagaimana kata Asy-Syaikh Al-Albani t
pada pasal terakhir dari kitab yg berjudul Tahdzirus Sajid min Ittikhadzil Quburi Masajid : “Kemudian ketahuilah bahwa hukum yg telah lewat3 mencakup seluruh masjid baik yg besar maupun yg kecil yg lama maupun baru berdasarkan keumuman dalil-dalil yg ada. mk tdk diperkecualikan dari larangan shalat di masjid yg ada kuburan kecuali masjid Nabawi yg agung krn keutamaan yg khusus yg tdk didapatkan pada masjid-masjid lain yg dibangun di atas kuburan. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah n
:


صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِي هَذاَ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْماَ سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

“Shalat di masjidku ini lbh utama dari seribu shalat di masjid-masjid yg lain kecuali Masjidil Haram .”4
Begitu pula sabda beliau n
:


ماَ بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِياَضِ الْجَنَّةِ

“Antara rumahku dan mimbarku merupakan taman dari taman-taman jannah .”5
Serta keutamaan-keutamaan lainnya. Jika demikian kalau dikatakan bahwa shalat di masjid Nabawi dibenci mk berarti menyamakan masjid Nabawi dgn masjid-masjid lain serta meniadakan/menghapuskan keutamaan-keutamaan yg dimiliki dan tentu saja sangat nyata bahwa hal ini tdk boleh.
Makna ini kami petik dari perkataan Ibnu Taimiyyah yg telah lewat pada hal. 125-126 ketika menjelaskan sebab dibolehkan melaksanakan shalat yg memiliki sebab pada waktu-waktu terlarang.
Jadi sebagaimana dibolehkan shalat pada waktu-waktu yg terlarang dgn alasan bahwa pelarangan dari shalat tersebut berarti menyia-nyiakan manakala tdk mungkin utk meraih keutamaan dikarenakan waktu akan berlalu6 mk demikian pula shalat di masjid Nabi n
. Kemudian saya mendapati Ibnu Taimiyyah menegaskan hukum ini pada kitab yg berjudul Al-Jawab Al-Bahir fi Zuril Maqabir : “Shalat di masjid-masjid yg dibangun di atas kuburan terlarang secara mutlak7. Lain hal dgn masjid Nabi n
krn shalat di dlm bernilai seribu shalat dan masjid ini dibangun di atas ketaqwaan di mana kehormatan terpelihara pada masa hidup beliau n
dan masa Al-Khulafa`ur Rasyidin sebelum dimasukkan kamar tempat penguburan beliau n
sebagai bagian dari masjid. Dan hanyalah sesunggguh memasukkan kamar tersebut sebagai bagian dari masjid terjadi setelah berlalu masa para shahabat.”

1Yaitu di rumah Aisyah x

2Yang dijuluki oleh sebagian ulama sebagai sayyiduttabi’in t

3 Yaitu larangan shalat di masjid yg dibangun di atas kuburan.
4 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari Muslim serta yg lain dari hadits Abu Hurairah z
. Juga diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari hadits Ibnu ‘Umar c
dan tambahan yg ada adl riwayat Ahmad. Kemudian hadits ini diriwayatkan Ahmad dari banyak jalan periwayatan serta memiliki banyak penguat yg semakna dengan dari beberapa shahabat yg lain. Tahdzirus Sajid}
5 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari Muslim serta yg lain dari hadits Abdullah bin Zaid Al-Mazini dan hadits ini mutawatir sebagaimana kata As-Suyuthi. . Pada hasyiyah kitab tersebut tdk lupa pula Asy-Syaikh Al-Albani t
mengingatkan bahwa lafadz sebagai pengganti lafadz dgn makna: “Antara kuburanku dan mimbarku.” adl kekeliruan sebagian perawi hadits sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hazm Al-Qurthubi Ibnu Taimiyyah Al-’Asqalani dan yg lainnya.
6 Misal seseorang berwudhu pada waktu matahari sudah menguning menjelang terbenam kalau dia dilarang shalat sunnah wudhu sampai matahari terbenam berarti dia akan kehilangan keutamaan krn waktu akan berlalu.
7 Yaitu tanpa batasan masjid-masjid tertentu jadi larangan mencakup seluruh masjid.

Sumber: www.asysyariah.com